Percaya tidak dengan bisnis Anda sendiri
Kemarin saya dan partner bisnis saya, menemani seorang teman yang ditawarkan suatu bisnis di bidang telekomunikasi oleh seorang pemuda. Pemuda ini menawarkan bisnis yang menurutnya akan menjadi mesin profit untuk teman kami tersebut. Pemuda ini berstatus sebagai TDB atau seorang karyawan dari perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi juga.
Ia mulai mempresentasikan bisnis dan teknis operationalnya yang menggunakan system IT yang canggih. Setelah ia selesai presentasi, kami menawarkan satu format kerjasamanya. Yaitu ia bergabung dengan kami sama-sama sebagai owner bisnis tersebut dan menjalankan bisnis tersebut sehari-hari sedangkan kami sebagai investornya. Investasi yang harus ditanam sebesar lima ratus juta rupiah.
Yang menggagetkan buat saya adalah ia tidak berani langsung bergabung dengan teman kami untuk menjalankan bisnis yang menurutnya adalah mesin profit masa depannya. Ia menawarkan, ia tetap bekerja di kantor TDB-nya tersebut selama 6 bulan dan mengontrol bisnis tersebut dari kantornya.
Penyebabnya ialah pemuda ini, belum apa-apa menurut saya, sudah menuntut semua fasilitas yang lebih seperti di TDB-nya, mulai menanyakan berapa ia akan digaji, asuransi kesehatan, jamsostek, tunjangan kendaraan dan lain-lainnya. Nah mungkin karena tidak jelasnya semua tunjangan diatas maka ia menawarkan tetap di TDB-nya.
Padahal yang teman kami tawarkan adalah ia sebagai shareholder juga, sebagai business owner, sebagai seorang yang full TDA yang mendapatkan fasilitas-fasilitas diatas juga. Bukan lagi sebagai karyawan atau TDB. Dan memang sebagai business owner bukan hanya berbagi keuntungan namun tentu juga berbagi resiko.
Saya berkesimpulan bahwa pemuda ini justru tidak percaya terhadap bisnis yang ia tawarkan kepada teman kami. Dan artinya juga ia tidak yakin terhadap mesin profit yang ia buat sendiri tersebut. Ia masih betah di zona nyamannya dan ia seorang yang mencari job security. Ia belum tersentuh virus entrepreneur. Ia bukan menawarkan bisnis namun sedang mencari pekerjaan baru untuk dirinya.
Tips dari saya adalah percayalah dengan bisnis anda sendiri. Jika anda menawarkan/menjual sesuatu kepada orang lain, buatlah calon pembeli tersebut nyaman dan percaya. Jika kita sendiri tidak percaya akan apa yang kita tawarkan bagaimana dengan orang lain, pasti tidak akan percaya juga.
Sama saja seperti jika kita berjalan di depan kerumunan binatang (sebut saja binatangnya adalah anjing) dengan yakin dan percaya diri, tidak ketakutan pasti anjing-anjing tersebut tidak akan menggonggong kita apalagi mengejar kita. Namun jika kita berjalan dengan ragu-ragu, dan seperti ketakutan dan berjalan sambil berlari, pasti anjing tersebut akan menggonggong dan bisa jadi menggigit kita.
Juga sama jika kita mempresentasikan bisnis/produk kita, lalu kita terlihat ragu-ragu, tidak percaya terhadap bisnis/produk yang akan dijual/ditawarkan, calon pembeli/investor pun akan mencium ketakutan tersebut. Dan pasti akan ogah untuk membelinya...
Ia mulai mempresentasikan bisnis dan teknis operationalnya yang menggunakan system IT yang canggih. Setelah ia selesai presentasi, kami menawarkan satu format kerjasamanya. Yaitu ia bergabung dengan kami sama-sama sebagai owner bisnis tersebut dan menjalankan bisnis tersebut sehari-hari sedangkan kami sebagai investornya. Investasi yang harus ditanam sebesar lima ratus juta rupiah.
Yang menggagetkan buat saya adalah ia tidak berani langsung bergabung dengan teman kami untuk menjalankan bisnis yang menurutnya adalah mesin profit masa depannya. Ia menawarkan, ia tetap bekerja di kantor TDB-nya tersebut selama 6 bulan dan mengontrol bisnis tersebut dari kantornya.
Penyebabnya ialah pemuda ini, belum apa-apa menurut saya, sudah menuntut semua fasilitas yang lebih seperti di TDB-nya, mulai menanyakan berapa ia akan digaji, asuransi kesehatan, jamsostek, tunjangan kendaraan dan lain-lainnya. Nah mungkin karena tidak jelasnya semua tunjangan diatas maka ia menawarkan tetap di TDB-nya.
Padahal yang teman kami tawarkan adalah ia sebagai shareholder juga, sebagai business owner, sebagai seorang yang full TDA yang mendapatkan fasilitas-fasilitas diatas juga. Bukan lagi sebagai karyawan atau TDB. Dan memang sebagai business owner bukan hanya berbagi keuntungan namun tentu juga berbagi resiko.
Saya berkesimpulan bahwa pemuda ini justru tidak percaya terhadap bisnis yang ia tawarkan kepada teman kami. Dan artinya juga ia tidak yakin terhadap mesin profit yang ia buat sendiri tersebut. Ia masih betah di zona nyamannya dan ia seorang yang mencari job security. Ia belum tersentuh virus entrepreneur. Ia bukan menawarkan bisnis namun sedang mencari pekerjaan baru untuk dirinya.
Tips dari saya adalah percayalah dengan bisnis anda sendiri. Jika anda menawarkan/menjual sesuatu kepada orang lain, buatlah calon pembeli tersebut nyaman dan percaya. Jika kita sendiri tidak percaya akan apa yang kita tawarkan bagaimana dengan orang lain, pasti tidak akan percaya juga.
Sama saja seperti jika kita berjalan di depan kerumunan binatang (sebut saja binatangnya adalah anjing) dengan yakin dan percaya diri, tidak ketakutan pasti anjing-anjing tersebut tidak akan menggonggong kita apalagi mengejar kita. Namun jika kita berjalan dengan ragu-ragu, dan seperti ketakutan dan berjalan sambil berlari, pasti anjing tersebut akan menggonggong dan bisa jadi menggigit kita.
Juga sama jika kita mempresentasikan bisnis/produk kita, lalu kita terlihat ragu-ragu, tidak percaya terhadap bisnis/produk yang akan dijual/ditawarkan, calon pembeli/investor pun akan mencium ketakutan tersebut. Dan pasti akan ogah untuk membelinya...
No comments:
Post a Comment