Apakah Anda Masih Ragu?
Di postingan saya sebelumnya tentang 3 Penyakit 'P', Pak Wuryanano, memberikan komentar bahwa ada satu penyakit lagi yaitu Peragu. Juga Ibu Febby memberikan tanggapannya tentang sifat peragu tersebut. Terima kasih atas komentar-komentarnya
Saya coba memberikan ilustrasi bagaimana seorang peragu itu, mohon dikoreksi juga yah.
"Anak saya, Alysa (umur 5 tahun), telah dapat mengendarai sepeda. Dia mulai belajar naik sepeda roda dua sejak umur 3 tahun. Awalnya saya memberikan sepeda yang agak besar, tujuannya supaya irit, biar sepedanya tahan lama sampai di usia 6-7 tahun. Kalau ia naiki sepeda tersebut, tentu kakinya belum sampai ke tanah. Saya harus menggendongnya untuk menaiki sepeda tersebut. Maka perlu ada yang memeganginya atau jika ia ingin bersandar harus mencari trotoar agar kakinya dapat menyentuh tanah atau mencari tanah yang empuk agar ia bisa menjatuhi diri.
Pernah kami belajar sepeda di sebuah taman yang ada bukitnya, Icha, biasa dipanggil, saat belajar selalu melihat ke belakang memastikan apakah ayahnya masih memeganginya, dia selalu teriak ayah jangan lepasin Icha yah, saya bilang : "iya, ayo Icha terus menghadap ke depan, kendarai setirnya dan kayuh terus pedalnya." Makin kencang sepeda ia kayuh dan berbelok ke kiri ke kanan.
Saat diatas bukit, jalan menurun, saya lepaskan ia, yah ia terus meluncur dengan baik, terus ia kayuh pedalnya, keseimbangannya pun bagus, dan saya pastikan ia telah bisa bersepeda. Jauh ia meluncur, berbelok-belok dan tanpa melihat kebelakang. Namun tiba-tiba ia melihat ke belakang dan melihat ayahnya jauh diatas bukit, berteriaklah ia dengan kencangnya. Dan jatuhlah ia...."
Intinya adalah di saat kita merasa aman, kita terus melaju maju ke depan namun di saat kita merasa dan berpikir tidak aman dan timbul keraguan, maju atau mundur, maka hasilnya pasti adalah kegagalan dan jatuh. Maka zona nyaman (comfort zone) ini akan menimbulkan rasa keraguan dan ketakutan. Keluarlah dari zona nyaman Anda. Jangan melihat ke belakang, goal dan impian kita ada di depan...
7 comments:
Ilustrasi yang bagus tentang keraguan dalam berpikir dan akhirnya dalam tindakannya juga menjadikan hambatan-hambatan untuk bisa maju terus dengan lancar.
Dan, akhirnya jatuh terjerembab, karena sifat peragu tsb.
Benar Mas Iim, jika kita ini peragu, pastilah dalam bertindak selalu muncul rasa takut salah, takut gagal...dan ketakutan lainnya.
Luar Biasa Prima! Mas Iim semakin hari semakin Luar Biasa Prima!
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Saya juga setuju dengan uraian Pak Iim. Tapi, kalau misal ilustrasinya begini. Sebenarnya sepeda itu remnya sudah nggak beres & kita sudah curiga dari awal, sehingga akhirnya kita ragu-ragu untuk mau mengendarainya. Apalagi kondisi jalan sedang nggak bagus, licin akibat hujan & jalan yang menurun. Apa masih mau nekat juga dengan resiko yang ada?
Saya juga setuju dengan uraian Pak Iim. Tapi, kalau misal ilustrasinya begini. Sebenarnya sepeda itu remnya sudah nggak beres & kita sudah curiga dari awal, sehingga akhirnya kita ragu-ragu untuk mau mengendarainya. Apalagi kondisi jalan sedang nggak bagus, licin akibat hujan & jalan yang menurun. Apa masih mau nekat juga dengan resiko yang ada?
Saya juga setuju dengan uraian Pak Iim. Tapi, kalau misal ilustrasinya begini. Sebenarnya sepeda itu remnya sudah nggak beres & kita sudah curiga dari awal, sehingga akhirnya kita ragu-ragu untuk mau mengendarainya. Apalagi kondisi jalan sedang nggak bagus, licin akibat hujan & jalan yang menurun. Apa masih mau nekat juga dengan resiko yang ada?
Saya juga setuju dengan uraian Pak Iim. Tapi, kalau misal ilustrasinya begini. Sebenarnya sepeda itu remnya sudah nggak beres & kita sudah curiga dari awal, sehingga akhirnya kita ragu-ragu untuk mau mengendarainya. Apalagi kondisi jalan sedang nggak bagus, licin akibat hujan & jalan yang menurun. Apa masih mau nekat juga dengan resiko yang ada?
duhhhh....maaaffff...kepencet beberapa kali.
Pak Nano, Pak NN dan Ibu Febby, terima kasih banyak sudah mampir membrei komentar disini.
Semoga bermanfaat.
Salam fuuntastic,
Iim
Post a Comment